Langsung ke konten utama

Pembenaran Masa Depan

Kita seperti berjalan bersama. Melewati jendela demi jendela. Pada waktu yang benar dan di bawah langit yang bukan kutukan. Membawa sayap yang bahkan belum kita dapat. Menata hati yang terus-menerus cedera. Kubilang : "Aku bisa terbang. " Kau jawab hanya dengan tawa. Lesung pipi yang masih sama.
Jangan muak jika musim yang kita lalui selalu sama. Musim hujan di bawah halte dan musim kemarau yang mengering bermalas-malasan kegerahan. Nikmati saja. Bukankah kita selalu suka? Melagukan lirik grup band lama yang kita suka. Bermimpi tentang hari esok untuk tetap bersama.
Lalu jika banyak yang tidak suka. Lebih baik kita terus berjalan tetapi bukan mencari apalagi mengganti. Bukankah kita itu sudah cukup? Jangan dipikir terlalu dalam jika itu hanya membuatmu cedera pada tempat yang sama.
"Kita bisa terbang. "
Jangan tertawa tentang ini karena aku akan mengajakmu. Pejamkan mata lalu membentang kedua telapak tangan yang belum pernah berjabat denganku. Aku mencintai angin dan kaupun boleh sama. Dia baik dan akan selalu baik. Tidak akan ada yang lagi yang mencederaimu.
Nikmati bahwa angin pada bentang langit yang lama akan tetap menjaga dan merasa. Bukan menjatuhkan untuk menghilang. Hanya saja jika semua itu berjarak maka tunggulah waktu yang benar. Jangan asal membenarkan hanya demi rasa senang sesaat.
Bukan aku mengatur. Hanya saja peduli dan khawatir itu beda-beda tipis. Tidak akan ada yang rela engkau kecewa. Jadi lebih baik nikmatilah waktu ini. Menjadi diri kita, menjadi mimpi kita, masa depan yang akan selalu menjadi bagian dari setiap sebutan kita.


Sekaran,
Tanggal kedua,
Bulan kemerdekaan,
Tahun kelahiran kedelapan belas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Seseorang di Masa Mendatang

Kita berjalan jauh untuk mencapai dekat. Ketika waktu tidak bertentangan, aku bersyukur kita bukan jalan yang berseberangan. Kita jalan yang beriringan kendati aku dan kamu tidak terlahir dalam keadaan yang sama. Entah kapan suatu masa itu datang, kita pasti berdampingan dengan perbedaan. Maka mari berdamai dalam penerimaan. Sesuatu yang kalau-kalau jatuh akan kita tangkap bersama. Sesuatu yang kalau-kalau hilang akan kita temukan bersama. Hidup tak pernah sedatar stadion ibu kota. Hidup tak pernah selalu hijau bak rumput yang terpangkas rapi di atasnya. Namun kita akan menanam dan menuai tanaman yang sama. Sebuah tanaman yang mengingatkan kita tentang pemaknaan kesabaran. Seharusnya aku dan kamu tak pernah jauh karena takdir itu sendiri yang membuat kita dekat. Bak setiap kegagalan dan percobaan, bak setiap kegagalan dan tercapainya keberhasilan setelah ratusan percobaan. Selayaknya kita mencoba berdamai atas keadaan diri masing-masing. Penerimaan itu bukan sesuatu yang tak

Bentar Nanti Aja, Ini Untuk Disimpan (Draft 28 September 2021)

 Ketinggian. Beberapa orang atau bahkan banyak orang takut dengan ketinggian. Aku sering mendengar mereka menyebutnya "phobia". Ketika aku menulis ini, aku berada di tempat yang lebih tinggi daripada kamar kosku yang hanya di lantai dua. Ini lantai lima dengan pemandangan yang luar biasa. Sebuah gedung yang terhitung baru di tempatku memutuskan melanjutkan pendidikan (tinggi?). Tentang kata "tinggi", aku teringat lirik salah satu lagu favoritku. Tetapi hatiku selalu meninggikanmu, terlalu meninggikanmu, selalu meninggikanmu. Hal-hal seperti ini terkadang membuat manusia lupa melihat ke bawah. Namun di sisi lain jika tak melihat ke bawah maka orang-orang yang memeluk fobia tidak perlu merasa takut lagi. Mereka hanya perlu meresapi betapa luar biasanya pemandangan dari ketinggian, hal-hal yang tidak dapat dilihat dari tempat yang tidak tinggi. Tidak hanya tempat tinggi yang memiliki keindahan, setiap tempat memiliki keindahannya masing-masing. Hanya perlu hati yang la

Perjalanan Menemukan yang Tak Ditemukan

A ku benar-benar seperti ingin pergi ke negeri jauh. Merasakan dingin butiran salju. Memanjakan perasaanku sendiri. Aku terlampau senang untuk bertualang dalam kepalaku. Namun, belum ada kesempatan pasti untuk menentukan sebuah perjalanan. Apakah aku berani bepergian sendiri? Haruskah ada orang lain yang kuajak? Sebuah buku yang akan terus aku tulis setiap waktu, takdir. Sesuatu di antara yang telah kuubah dan tak dapat aku ubah. Aku ingin terus merawat dunia kecilku. Jangan terburu-buru untuk menua karena aku tak ingin terlampau cepat sakit. Masih banyak waktu yang ingin kulewati dengan kemudaan dan kebebasan. Lalu mengapa pula menjadi dewasa terlihat dan terasa akan sangat memenjara? Melarang apa-apa. Membatasi diri menjaga dari pandangan orang-orang. Ruangan-ruangan sempit yang menyedihkan, jangan sampai aku tinggal di dalamnya pun begitu juga dirimu. Mari menguasai waktu masing-masing. Memandang hamparan manusia dengan kesibukannya d