Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

Perempuan : "Honestly, I am Jealous!"

Gambar oleh instagram @erhibiscus        Manusia. Aku, engkau, dan semua. Terkadang memanjat langit menciptakan benteng tidak hanya satu malam. Suatu prasangka bahwa momentum menjatuhkan keruntuhan. Apa ada yang salah dalam komposisi pondasinya? Pada dasarnya bukan karang alamiah yang hidup tetapi dianggap mati. Memudahkan penulisan nisan sebelum jatuhnya perjanjian perang. Umum membolehkan anggapan "keruntuhan" itu mudah. Lalu, setelah pengalaman momentum yang terus di ulang saat kehidupan masih menyetujui atas perintah Pemilik-ku/-mu. Manusia berhak memilih menciptakan margin jiwa tanpa harus membenteng diri, menumpuk pondasi buatan yang pada kenyataannya tidak pernah sekuat ciptaan Pemilik-ku juga -mu. Ini hanya sekadar pilihan, untuk tetap berada pada gradasi yang lebih baik, dalam margin yang tidak menginjak pekarangan orang lain yang tidak seharusnya dipijak. Seberapa kita kalah menjatuhkan diri sendiri dalam keruntuhan, manusia bisa memilih berdiam, menciptakan

Puisi : Persinggahan Maret

Persinggahan Maret Pada persinggahan Maret Sederas tajam mata yang tak diundang Jatuh membelenggu langit terang Mematahkan sayap bidadari malam Pada persinggahan Maret Gemintang jagat terbelah sudah Ketika gelap ikut bertahta Sudahlah, biarkan aku pulang Pada persinggahan Maret Ada tanah rekah meminum asamnya hujan Tak menumbuh kian terkapar Sadarlah, begitupun jiwa pemuja malam Persinggahan Maret akan kembali Selalu membawa jiwa yang terbakar Merujuk langit mendendam bintang Larut di bumi menapak ketakutan

Cerpen : Perempuan Bernama Mei

     Perempuan bermata sipit itu merangkai buket pesanan pelanggannya.Tangannya cekatan memilih setiap tangkai bunga krisan yang masih segar direngkuh udara segar pagi hari.Krisan putih terlihat menawan secantik perempuan bermata sipit itu.Jemari lentiknya menari menyeleksi tangkai krisan terbaik untuk momen bahagia pelanggan setianya.      Sang surya menatap raut cerah perempuan itu.Menanggalkan kesan panas cahaya matahari,pagi memang selalu bersahabat dengan perempuan pekerja keras seperti gadis karyawan toko bunga itu.Aura keramahan memancar dari lengkung tipis mempesona di bibirnya.Sashi Mei,nama gadis itu.      Dia begitu telaten merawat tangkai-tangkai bunga pilihan agar tetap segar.Selalu tersenyum pada setiap orang yang memesan,melihat-lihat,bahkan hanya lewat depan toko bunga pinggir kota itu.Siapa yang tidak senang disapa sekaligus diberi senyum gadis secantik Mei.Meski dia cantik,Mei tak pernah segan untuk bersosialisasi dengan setiap orang.Dia adalah gadis yang ramah.  

Skenario Asa Si Anak Desa

Skenario Asa  Si Anak Desa      Prihatini menatapku,memberi kode untuk mengerjai Suprih dengan segera berlari.Aku hanya tersenyum mengiyakan rencana murahan itu.Karena sudah tak terhitung berapa kali kami selalu melakukannya sepulang sekolah.Aku berbisik di telinganya,hitungan satu sampai tiga.Kaki kecil kami melangkah cepat di bawah pohon bambu di atas jembatan.Kamilah tiga serangkai yang jahil.Tiga anak perempuan yang saat itu masih mengenyam bangku sekolah dasar.      "Hahaha..Ayo Suprih kejar kami!"      Prihatini tertawa melihat Suprih yang jauh tertinggal di belakang kami.Sedangkan Suprih memasang wajah garang seolah kesal dengan ulah kami.Namun pada akhirnya dia melangkah mengejar kami.Memang semua terasa konyol tetapi itulah kami.Sesering apapun kami saling mengerjai namun kami tidak pernah saling bertengkar.Semua adalah bumbu-bumbu manis yang akan kami ingat ketika dewasa nanti.      Kami tumbuh bersama pada masa sekolah dasar yang konyol itu.Berbagai peristiw

Daun Maple Pemburu Petrichor

     Lima tahun sudah ayah kehilangan gairah hidup.Dirinya yang dulu begitu hangat dan menyenangkan menjelma menjadi ayah yang dingin dan banyak diam.Sering aku melihatnya melamun di dekat jendela ruang tamu.Duduk termenung di kursi teras rumah atau bahkan membuka lebar-lebar jendela dekat balkon kamarnya.Dia lebih banyak diam dan menjawab singkat perihal pertanyaanku.      Namun menjelang akhir musim kemarau yang panjang,ayah terbangun dari perbedaan.Suatu malam yang tenang dia menghampiriku di teras depan rumah.Mengajakku menyeruput secangkir kopi dan berbincang.Dia tersenyum padaku.Sungguh,aku merasa ayah terlahir kembali.Menjadi seperti ayah yang dulu,hangat dan menyenangkan.Ayah mulai bercerita tentang sebuah buku harian usang di tangannya.Dia menyuruhku membukanya.Lalu aku baru tahu,buku harian itu adalah milik almarhum ibuku.Pada halaman pertama kulihat foto ayah,ibu,dan diriku yang masih bayi di bawah sebuah pohon maple yang tak berdaun.Sedangkan latar belakang fotonya aku kur

Tanpa Pamit

     Waktu telah memburu di pagi yang masih sama seperti biasanya.Seorang laki-laki sedang menyemir sepatu hitam kusutnya,memasang dasi merah marun yang sudah terlihat tua dan usang.Laki-laki itu merapikan rambut cepaknya yang sudah mulai memutih terbawa usia.Ayahku,harusnya sudah bisa menikmati masa tuanya untuk saat ini.      “Ayah berangkat sekarang ?"      “Iya,baik-baik di rumah.”      Setelah dia mengatakannya,ayah mengecup keningku dan berkelana meninggalkan rumah.Meninggalkan jejak-jejak keheningan di rumah kecil ini. ***      Tiga jam sudah aku menunggunya.Jenuh duduk di kursi meja makan dengan hidangan makan malam seadanya.Aku memasak untuknya dengan berharap dia bisa menyantapnya bersamaku.Jam dinding berdetak-detak menunjukkan pukul setengah sebelas malam.Tetapi ayah belum juga datang.Selera makanku menghilang dan justru rasa kantuk mulai menyerangku.Hawa dingin malam berhembus menusuk tulang-tulang tubuhku.Kuputuskan tetap menunggunya satu jam lagi.      “Ayah,k

Pembenaran Masa Depan

Kita seperti berjalan bersama. Melewati jendela demi jendela. Pada waktu yang benar dan di bawah langit yang bukan kutukan. Membawa sayap yang bahkan belum kita dapat. Menata hati yang terus-menerus cedera. Kubilang : "Aku bisa terbang. " Kau jawab hanya dengan tawa. Lesung pipi yang masih sama. Jangan muak jika musim yang kita lalui selalu sama. Musim hujan di bawah halte dan musim kemarau yang mengering bermalas-malasan kegerahan. Nikmati saja. Bukankah kita selalu suka? Melagukan lirik grup band lama yang kita suka. Bermimpi tentang hari esok untuk tetap bersama. Lalu jika banyak yang tidak suka. Lebih baik kita terus berjalan tetapi bukan mencari apalagi mengganti. Bukankah kita itu sudah cukup? Jangan dipikir terlalu dalam jika itu hanya membuatmu cedera pada tempat yang sama. "Kita bisa terbang. " Jangan tertawa tentang ini karena aku akan mengajakmu. Pejamkan mata lalu membentang kedua telapak tangan yang belum pernah berjabat denganku. Aku mencintai angi