Langsung ke konten utama

Cerpen : Perempuan Bernama Mei


     Perempuan bermata sipit itu merangkai buket pesanan pelanggannya.Tangannya cekatan memilih setiap tangkai bunga krisan yang masih segar direngkuh udara segar pagi hari.Krisan putih terlihat menawan secantik perempuan bermata sipit itu.Jemari lentiknya menari menyeleksi tangkai krisan terbaik untuk momen bahagia pelanggan setianya.
     Sang surya menatap raut cerah perempuan itu.Menanggalkan kesan panas cahaya matahari,pagi memang selalu bersahabat dengan perempuan pekerja keras seperti gadis karyawan toko bunga itu.Aura keramahan memancar dari lengkung tipis mempesona di bibirnya.Sashi Mei,nama gadis itu.
     Dia begitu telaten merawat tangkai-tangkai bunga pilihan agar tetap segar.Selalu tersenyum pada setiap orang yang memesan,melihat-lihat,bahkan hanya lewat depan toko bunga pinggir kota itu.Siapa yang tidak senang disapa sekaligus diberi senyum gadis secantik Mei.Meski dia cantik,Mei tak pernah segan untuk bersosialisasi dengan setiap orang.Dia adalah gadis yang ramah.
     Setiap pagi dia sudah siap untuk membuka toko bunga milik Casandra,kakak tingkatnya di universitas dahulu.Sudah setahun Mei berhenti kuliah,dia kehabisan biaya dan tak ingin memaksakan mimpinya.Dia adalah gadis mandiri yang selalu bersahaja.Menolak lelah menggerogoti hidupnya,menolak putus asa menghampiri langkahnya.Bila dia tak ditakdirkan berjuang di universitas maka dia akan berjuang memperjuangkan keluarga satu-satunya yang dia miliki,adiknya.
     Sashi Mei mulai berkreasi dengan segenggam belasan tangkai bunga krisan putih di tangannya.Merangkainya dengan selang-seling antara krisan yang masih kuncup dan krisan yang sudah mekar.Aroma bunga itu membuatnya tenang dan hanyut dalam pekerjaan yang begitu dicintainya.Pekerjaan yang dia anggap sebagai sebuah cara untuk menemukan kebahagiaan hidup.Setiap tangkai bunga adalah jiwanya.
     Seorang laki-laki memasuki toko bunga pinggir kota itu,mengucapkan salam dan ucapan selamat pagi.Mei menghentikan pekerjaannya kemudian membalas salam dan ucapan selamat pagi laki-laki itu.Wajahnya bersih dan rambutnya tersisir rapi.Dia mengenakan setelan jas hitam berpadukan sepatu pantofel hitam yang mengkilat-kilat habis disemir.Dia tidak terlalu berkulit putih namun bagi seukuran laki-laki Indonesia,dia termasuk jajaran laki-laki kriteria tampan.
     "Saya ingin mengambil pesanan kemarin."
     "Oh,bukankah sebuket bunga lili putih dengan kartu ucapan berwarna jingga?"
     "Iya,benar.Bukankah sudah siap?"
     "Sudah,sebentar saya ambilkan dahulu."
     Mei mengambil pesanan bunga laki-laki itu,sebuket bunga lili putih lengkap dengan kartu ucapan berwarna jingga.Mei menebak pastilah laki-laki itu akan melamar gadis pujaannya.Mei tahu benar lili putih adalah lambang cinta yang suci.Laki-laki itu pasti sudah mengetahui selera gadis pujaannya.Terhitung jarang sekali pelanggan toko bunga pinggir kota itu menerima pesanan dengan kartu ucapan berwarna jingga.Sungguh beruntung gadis yang mendapatkan perhatian sebesar itu dari sang laki-laki.
     Laki-laki itu lantas menerima buket bunga lili putih dari Mei.Menuliskan sesuatu di kartu ucapan berwarna jingga itu dan membayar dengan sejumlah uang.Laki-laki itu melangkah pergi meninggalkan toko bunga pinggir kota itu.Mei kemudian melanjutkan rutinitasnya ditemani ratusan tangkai bunga yang harumnya semerbak mewangi.
***
     Sashi Mei membuka pintu toko bunga pinggir kota itu.Sudah hampir satu tahun Casandra sepenuhnya menyerahkan urusan toko bunga itu pada Mei.Casandra yakin bahwa Mei adalah orang yang tepat untuk mengelola sekaligus merawat toko bunga kecil-kecilan itu.Casandra tahu bahwa Mei adalah perempuan yang akrab dengan bunga-bunga secantik Sashi Mei.
     Mei memang perempuan yang menyukai bunga.Sifat yang dia dapat dari ibunya yang kini sudah menghadap Sang Pencipta.Gadis bermata sipit itu sangat menyukai bunga krisan yang juga merupakan bunga kesukaan ibunya.Sejak kecil dia memang sudah terbiasa hidup dengan setaman bunga.Dahulu ada sebuah taman di belakang rumahnya,berbagai bunga ditanam dan dirawat ibunya.Namun kini rumah itu sudah disita oleh bank.Tinggallah Mei dan adiknya di sebuah kontrakan kecil di pinggir kota dekat toko bunga tempatnya bekerja.
     Minggu pagi tak terlalu banyak pelanggan yang singgah di toko bunga itu.Hanya beberapa orang melintas di depannya sembari melihat-lihat tangkai-tangkai bunga,tak lupa Mei dengan senyum ramahnya menyapa.Feby ikut membantu kakaknya merapikan ujung tangkai bunga yang belum dipotong.Kedua gadis bermata sipit itu hanyut dalam aktivitas masing-masing.
     Seorang laki-laki memasuki toko bunga pinggir kota itu,mengucapkan salam lalu mengucap selamat pagi.Sashi Mei beranjak dari tempatnya,meninggalkan rutinitas menyenangkannya.
     "Selamat pagi.Adakah yang bisa saja bantu?"
     "Buket bunga terbaik manakah yang ada di toko bunga ini?"
     "Semua tangkai bunga kami susun menjadi buket bunga terbaik di sini."
     "Maksudku buket bunga apa yang paling disukai perempuan di toko bunga ini?"
     "Maaf,tetapi bukankah Anda sudah memesan bunga yang paling disukai perempuan kebanyakan kemarin?Sebuah bunga yang memiliki kesan mendalam."
     "Oh,buket bunga itu ditolak calon mempelaiku.Bisakah kau ambilkan bunga yang menurutmu terindah di toko bunga ini?"
     "Baiklah,tunggu sebentar."
     Sashi Mei mengantarkan sebuah buket bunga krisan putih ke tangan laki-laki itu.Bunga krisan kesukaannya,Mei juga dengan detail menjelaskan filosofi bunga krisan putih.Bahkan Mei menuliskan kalimat indah pada kartu ucapan buket bunga itu sesuai kehendak si laki-laki.Mei tersenyum memandangi buket bunga krisan putih itu sementara dahi si laki-laki itu berkerut.
     "Mengapa Engkau tersenyum?”
     "Tidak apa-apa,aku hanya menyukai buket bunga ini."
     "Siapa namamu?”
     "Sashi Mei,panggil saja Mei."
***
     Laki-laki itu semakin sering mendatangi toko bunga tempat Mei bekerja untuk memesan bunga yang berbeda-beda setiap harinya.Mei dibuat bingung mengapa laki-laki itu selalu memesan bunga yang berbeda,apakah gadisnya menolaknya lagi?Mei tidak tahu pasti,dia hanya memandangi laki-laki itu setelah tigapuluh kali datang memesan bunga.
     "Hei,bolehkah aku bercerita?"
     "Silakan jika itu membuatmu lega."
     "Aku sudah melamar seseorang berkali-kali tetapi dia menolakku.Padahal dia bilang mau menjadi istriku bila kubawakan bunga terindah di dunia.Namun Casandra bilang seseorang sudah mendahuluiku,dia sudah membawakan bunga terindah itu  dan aku terlambat."
     "Siapa nama gadis itu?Sepertinya aku kenal gadis yang Engkau maksud."
     "Casandra."
***
     Laki-laki itu sibuk merangkai kata di atas kertas putih,menuliskan sebuah sajak.Sebuah kotak berwarna merah sudah berada di samping pena hitamnya.Kedua orang tuanya sudah bersiap-siap.Hari bersejarah akan segera terlaksana,ketika perasaan akan menyatu dalam kesucian murni dua insan ciptaan-Nya.David sudah siap dengan setelan jas hitamnya.
     "Kamu sudah siap,Nak."
     "Insyaallah,Bu.David sudah siap."
     Keluarga kecil itu menjejak langkah menuju tempat dilaksanakannya ijab.Sebuah masjid dengan kubah berwarna keemasan akan menjadi saksi kebahagiaan dua insan itu.Janji suci akan didengungkan sehingga langitpun akan mendengarnya dengan jelas bersama pijakan bumi.Dua insan akan bersatu dalam ikatan suci atas nama Allah hari ini.
     Mempelai laki-laki sudah menempatkan diri di depan penghulu.Para saksi sudah duduk dengan tenang menantikam momen menegangkan namun akan berakhir bahagia itu.David menatap mantap kepada kedua orang tuanya.Dia sudah yakin akan pilihan hatinya.Seorang gadis yang dia percaya akan menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak.Seorang perempuan tangguh yang beriman di bawah naungan Allah Swt.
     Mempelai perempuan melangkah menuju tempat ijab,beranjak duduk di sebelah walinya.Seorang perempuan bercadar yang memancarkan kecantikan lahir batin dari matanya.Seseorang yang sudah mengubah David menjadi pribadi yang lebih baik hanya dalam hitungan hari.Seorang perempuan pilihan David yang akan bersanding di sisinya hingga masa tua nanti.
     "Saya terima nikahnya Anisa Meiharina binti Ahe Saud dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
     Para saksi mengesahkan dan hamdallah menggema kemudian disusul bacaan Surah Al-Fatihah.
***
     "Aku mengenalnya,dia adalah pemilik toko bunga ini.Casandra sudah dipersunting Rifai sejak aku masih berkuliah setahun lalu.Orang tua merekapun setuju."
     Seperti halilintar menyambar tubuhku,perkataan Mei telah berhasil merobohkan dinding pertahananku.Gadis bermata sipit dengan jilbab merah muda di hadapanku ini membuatku seketika membisu.Pantas saja aku ditolak.Ternyata sainganku adalah Rifai yang notabene adalah mahasiswa peraih beasiswa universitas empat tahun silam.Mahasiswa yang dikenal sebagai hafidz dan juga berprestasi di bidang akademik.Meski hanya berasal dari keluarga sederhana,dia mampu meraih cita-citanya melanjutkan studi di Mesir.Aku sadar,aku bukanlah siapa-siapa dibandingkan Rifai.Lalu apakah Mei adalah gadis yang dikatakan oleh Casandra?
     "Casandra berkata padaku,aku tak perlu mengubah diriku karena dia.Aku hanya perlu mengubah diriku untuk Allah Swt.,dia bilang ada perempuan yang lebih baik darinya.Casandra bilang perempuan itu akan mampu menuntunku menjadi lebih baik.Menjadikanku lebih dekat dengan Allah,dia bilang perempuan itu bernama Anisa Meiharina.Perempuan yang terlahir dengan nama dari garis keturunan ayahnya."
     "Anisa Meiharina itu aku."
     Mei,gadis yang terlahir dengan nama Sashi Mei.Seorang gadis muallaf yang mampu meluluhkanku dengan keramahannya selama tigapuluh hari,bekerja demi kehidupan dirinya dan adiknya.Seorang penjaga toko bunga yang begitu ramah.Seorang gadis berkerudung hingga menutupi dadanya.Seorang gadis yang Casandra bilang lebih baik dari gadis yang aku perjuangkan itu.Sebuah bunga terindah yang sebenarnya adalah sebuah keimanan hanya karena-Nya.
     "Mei,jadilah mempelai perempuanku."


SELESAI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Seseorang di Masa Mendatang

Kita berjalan jauh untuk mencapai dekat. Ketika waktu tidak bertentangan, aku bersyukur kita bukan jalan yang berseberangan. Kita jalan yang beriringan kendati aku dan kamu tidak terlahir dalam keadaan yang sama. Entah kapan suatu masa itu datang, kita pasti berdampingan dengan perbedaan. Maka mari berdamai dalam penerimaan. Sesuatu yang kalau-kalau jatuh akan kita tangkap bersama. Sesuatu yang kalau-kalau hilang akan kita temukan bersama. Hidup tak pernah sedatar stadion ibu kota. Hidup tak pernah selalu hijau bak rumput yang terpangkas rapi di atasnya. Namun kita akan menanam dan menuai tanaman yang sama. Sebuah tanaman yang mengingatkan kita tentang pemaknaan kesabaran. Seharusnya aku dan kamu tak pernah jauh karena takdir itu sendiri yang membuat kita dekat. Bak setiap kegagalan dan percobaan, bak setiap kegagalan dan tercapainya keberhasilan setelah ratusan percobaan. Selayaknya kita mencoba berdamai atas keadaan diri masing-masing. Penerimaan itu bukan sesuatu yang tak

Bentar Nanti Aja, Ini Untuk Disimpan (Draft 28 September 2021)

 Ketinggian. Beberapa orang atau bahkan banyak orang takut dengan ketinggian. Aku sering mendengar mereka menyebutnya "phobia". Ketika aku menulis ini, aku berada di tempat yang lebih tinggi daripada kamar kosku yang hanya di lantai dua. Ini lantai lima dengan pemandangan yang luar biasa. Sebuah gedung yang terhitung baru di tempatku memutuskan melanjutkan pendidikan (tinggi?). Tentang kata "tinggi", aku teringat lirik salah satu lagu favoritku. Tetapi hatiku selalu meninggikanmu, terlalu meninggikanmu, selalu meninggikanmu. Hal-hal seperti ini terkadang membuat manusia lupa melihat ke bawah. Namun di sisi lain jika tak melihat ke bawah maka orang-orang yang memeluk fobia tidak perlu merasa takut lagi. Mereka hanya perlu meresapi betapa luar biasanya pemandangan dari ketinggian, hal-hal yang tidak dapat dilihat dari tempat yang tidak tinggi. Tidak hanya tempat tinggi yang memiliki keindahan, setiap tempat memiliki keindahannya masing-masing. Hanya perlu hati yang la

Perjalanan Menemukan yang Tak Ditemukan

A ku benar-benar seperti ingin pergi ke negeri jauh. Merasakan dingin butiran salju. Memanjakan perasaanku sendiri. Aku terlampau senang untuk bertualang dalam kepalaku. Namun, belum ada kesempatan pasti untuk menentukan sebuah perjalanan. Apakah aku berani bepergian sendiri? Haruskah ada orang lain yang kuajak? Sebuah buku yang akan terus aku tulis setiap waktu, takdir. Sesuatu di antara yang telah kuubah dan tak dapat aku ubah. Aku ingin terus merawat dunia kecilku. Jangan terburu-buru untuk menua karena aku tak ingin terlampau cepat sakit. Masih banyak waktu yang ingin kulewati dengan kemudaan dan kebebasan. Lalu mengapa pula menjadi dewasa terlihat dan terasa akan sangat memenjara? Melarang apa-apa. Membatasi diri menjaga dari pandangan orang-orang. Ruangan-ruangan sempit yang menyedihkan, jangan sampai aku tinggal di dalamnya pun begitu juga dirimu. Mari menguasai waktu masing-masing. Memandang hamparan manusia dengan kesibukannya d