Langsung ke konten utama

Suatu Waktu untuk Sebuah Orientasi Pilihan


Berapa banyak waktu yang telah terlewati? Berapa banyak keluh dan sesal karena itu? Beberapa dari kita mungkin merasa tak pernah dapat memilih. Sekalipun pilihan-pilihan itu ada namun apa yang akhirnya diputuskan terkadang bukan yang kita inginkan. Bagaiamana dengan hal itu? Apa itu sesuatu yang salah?

Aku salah satu dari sekian persen jumlah manusia yang merasa bersalah akan waktu. Bagaimana cara menghargainya rasanya tak pernah menjadi sebuah ketepatan. Lalu kini aku malu, aku semakin tua namun tak banyak yang berubah begitu saja. Apa tetap menjadi seperti kemarin adalah benar-benar tak apa?

Aku suka menjelajahi setiap ingatan yang tercatat. Kadang begitu manis, kadang begitu pahit. Ada sesuatu yang lebih dari rasa itu hingga tak ada bosan yang bersarang. Aku ingin titip sesuatu untuk masa depan, dialah sejarah.

Masa yang gila. Masa yang bermakna. Lalu masa yang tak ternilai.

Bagaimana caranya mengulang?

Cerita itu menjadi suatu ujung yang tak kuketahui. Terus bercabang dan berkembang menjadi habitat kesenangan dan tak lupa sesak dari setiap masa. Aku ingin menyimpannya dalam tiap-tiap botol kecil. Yang akan menjadi cahaya dalam gelapnya perjalanan, yang akan menjadi kapal tak tertenggelamkan di lautan lepas, yang menjadi penyelamat dalam ketersesatan.

Semua manusia membicarakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Bukankah itu sejarah?

Pasal yang tak boleh dilanggar oleh manusia, tentu adalah melupakan.

Selayaknya engkau pernah nyaman sepertiku ketika menjadi seorang tokoh dalam cerita. Kita dibuai oleh sejarah itu. Kau boleh benci namun jangan mengkhianati karena aku terlanjur mensyukurinya hingga saat ini.

Pada akhirnya aku dan kamu tetaplah pemeran (tak satupun menjadi korban) karena tak bisa dipungkiri barang hanya sedetik, pernah ada perasaan yang menenangkan. Kita pernah menikmati udara lepas itu tanpa sebelumnya mengeluh.

Ketika perlu menentukan suatu hal, saat itulah bimbang menguasaiku. Kamu pernah datang untuk membantu mempertimbangkan. Kira-kira pilihan mana yang tak membuat sejarah maupun masa depan menjadi “perang”. Itulah penyesalan.

🍀

Komentar

  1. Aku salah satu dari sekian persen jumlah manusia yang merasa bersalah akan waktu...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Seseorang di Masa Mendatang

Kita berjalan jauh untuk mencapai dekat. Ketika waktu tidak bertentangan, aku bersyukur kita bukan jalan yang berseberangan. Kita jalan yang beriringan kendati aku dan kamu tidak terlahir dalam keadaan yang sama. Entah kapan suatu masa itu datang, kita pasti berdampingan dengan perbedaan. Maka mari berdamai dalam penerimaan. Sesuatu yang kalau-kalau jatuh akan kita tangkap bersama. Sesuatu yang kalau-kalau hilang akan kita temukan bersama. Hidup tak pernah sedatar stadion ibu kota. Hidup tak pernah selalu hijau bak rumput yang terpangkas rapi di atasnya. Namun kita akan menanam dan menuai tanaman yang sama. Sebuah tanaman yang mengingatkan kita tentang pemaknaan kesabaran. Seharusnya aku dan kamu tak pernah jauh karena takdir itu sendiri yang membuat kita dekat. Bak setiap kegagalan dan percobaan, bak setiap kegagalan dan tercapainya keberhasilan setelah ratusan percobaan. Selayaknya kita mencoba berdamai atas keadaan diri masing-masing. Penerimaan itu bukan sesuatu yang tak

Bentar Nanti Aja, Ini Untuk Disimpan (Draft 28 September 2021)

 Ketinggian. Beberapa orang atau bahkan banyak orang takut dengan ketinggian. Aku sering mendengar mereka menyebutnya "phobia". Ketika aku menulis ini, aku berada di tempat yang lebih tinggi daripada kamar kosku yang hanya di lantai dua. Ini lantai lima dengan pemandangan yang luar biasa. Sebuah gedung yang terhitung baru di tempatku memutuskan melanjutkan pendidikan (tinggi?). Tentang kata "tinggi", aku teringat lirik salah satu lagu favoritku. Tetapi hatiku selalu meninggikanmu, terlalu meninggikanmu, selalu meninggikanmu. Hal-hal seperti ini terkadang membuat manusia lupa melihat ke bawah. Namun di sisi lain jika tak melihat ke bawah maka orang-orang yang memeluk fobia tidak perlu merasa takut lagi. Mereka hanya perlu meresapi betapa luar biasanya pemandangan dari ketinggian, hal-hal yang tidak dapat dilihat dari tempat yang tidak tinggi. Tidak hanya tempat tinggi yang memiliki keindahan, setiap tempat memiliki keindahannya masing-masing. Hanya perlu hati yang la

Perjalanan Menemukan yang Tak Ditemukan

A ku benar-benar seperti ingin pergi ke negeri jauh. Merasakan dingin butiran salju. Memanjakan perasaanku sendiri. Aku terlampau senang untuk bertualang dalam kepalaku. Namun, belum ada kesempatan pasti untuk menentukan sebuah perjalanan. Apakah aku berani bepergian sendiri? Haruskah ada orang lain yang kuajak? Sebuah buku yang akan terus aku tulis setiap waktu, takdir. Sesuatu di antara yang telah kuubah dan tak dapat aku ubah. Aku ingin terus merawat dunia kecilku. Jangan terburu-buru untuk menua karena aku tak ingin terlampau cepat sakit. Masih banyak waktu yang ingin kulewati dengan kemudaan dan kebebasan. Lalu mengapa pula menjadi dewasa terlihat dan terasa akan sangat memenjara? Melarang apa-apa. Membatasi diri menjaga dari pandangan orang-orang. Ruangan-ruangan sempit yang menyedihkan, jangan sampai aku tinggal di dalamnya pun begitu juga dirimu. Mari menguasai waktu masing-masing. Memandang hamparan manusia dengan kesibukannya d