Langsung ke konten utama

UNTUK DIRIKU YANG HIDUP SAMPAI DETIK INI


Untuk diriku yang hidup sampai detik ini,

Aku sampaikan.
Apakah benar bahwa separuh jiwa itu dapat pergi? Lalu apa itu dapat kembali pula? Sejujurnya aku berpikir, merasakan, dan mungkin benar bahwa sesuatu akan selalu hilang dari dalam diriku. Sedikit maupun banyak, tentunya ini mengganggu. Bagiku, aku bahkan tak lebih baik dari kemarin. Sejak beberapa hal itu hilang, ada sesuatu yang tak dapat aku nikmati sebagai makhluk bebas. Di mana aku dapat menemukan diriku? Di mana cerminan sesungguhnya?

Aku tak pernah mau lepas dari kemarin. Bukan karena kemarin terlalu sia-sia namun mungkin karena ada banyak aroma yang tak tergantikan begitu saja. Sekalipun aku menemukan benang untuk menggenapi yang tak pernah bersedia tinggal, hingga ada lubang sebesar benih gelap dalam diriku.

Aku mau untuk selalu berbagi dan terbuka dengan dunia anehku. Yang tak seorangpun mau tinggal di dalamnya, mungkin begitu menurut pikirku, namun mungkin juga tidak menurut makhluk bebas lainnya. Sehingga ada banyak sekali sel-sel yang mencoba bertahan jadi organisme baik di dunia aneh itu.

Sebenarnya aku tak baik dalam menyanyikan sebuah lirik tembang atau syair penulis agung, yang semuanya aku suka dan aku rasa kamu pun menyukainya sebagai suatu makhluk berperasaan. Aku lebih suka ketika mereka memperdengarkannya untukku, mereka jauh menguasai itu dengan baik.

Jika ada sebuah lubang yang mengganga dalam diriku saat ini, aku ingin mencari benih mimpi baru. Hanya saja di mana aku dapat menemukannya? Apakah aku akan bertemu? Lalu apa itu akan cukup menutupnya? Haruskah aku yang menjahitnya sendiri dengan sebuah benang yang tak kutemukan di dalam labirin dunia unik ini?

Mari menemukan~

Bersama-sama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Seseorang di Masa Mendatang

Kita berjalan jauh untuk mencapai dekat. Ketika waktu tidak bertentangan, aku bersyukur kita bukan jalan yang berseberangan. Kita jalan yang beriringan kendati aku dan kamu tidak terlahir dalam keadaan yang sama. Entah kapan suatu masa itu datang, kita pasti berdampingan dengan perbedaan. Maka mari berdamai dalam penerimaan. Sesuatu yang kalau-kalau jatuh akan kita tangkap bersama. Sesuatu yang kalau-kalau hilang akan kita temukan bersama. Hidup tak pernah sedatar stadion ibu kota. Hidup tak pernah selalu hijau bak rumput yang terpangkas rapi di atasnya. Namun kita akan menanam dan menuai tanaman yang sama. Sebuah tanaman yang mengingatkan kita tentang pemaknaan kesabaran. Seharusnya aku dan kamu tak pernah jauh karena takdir itu sendiri yang membuat kita dekat. Bak setiap kegagalan dan percobaan, bak setiap kegagalan dan tercapainya keberhasilan setelah ratusan percobaan. Selayaknya kita mencoba berdamai atas keadaan diri masing-masing. Penerimaan itu bukan sesuatu yang tak

Bentar Nanti Aja, Ini Untuk Disimpan (Draft 28 September 2021)

 Ketinggian. Beberapa orang atau bahkan banyak orang takut dengan ketinggian. Aku sering mendengar mereka menyebutnya "phobia". Ketika aku menulis ini, aku berada di tempat yang lebih tinggi daripada kamar kosku yang hanya di lantai dua. Ini lantai lima dengan pemandangan yang luar biasa. Sebuah gedung yang terhitung baru di tempatku memutuskan melanjutkan pendidikan (tinggi?). Tentang kata "tinggi", aku teringat lirik salah satu lagu favoritku. Tetapi hatiku selalu meninggikanmu, terlalu meninggikanmu, selalu meninggikanmu. Hal-hal seperti ini terkadang membuat manusia lupa melihat ke bawah. Namun di sisi lain jika tak melihat ke bawah maka orang-orang yang memeluk fobia tidak perlu merasa takut lagi. Mereka hanya perlu meresapi betapa luar biasanya pemandangan dari ketinggian, hal-hal yang tidak dapat dilihat dari tempat yang tidak tinggi. Tidak hanya tempat tinggi yang memiliki keindahan, setiap tempat memiliki keindahannya masing-masing. Hanya perlu hati yang la

Perjalanan Menemukan yang Tak Ditemukan

A ku benar-benar seperti ingin pergi ke negeri jauh. Merasakan dingin butiran salju. Memanjakan perasaanku sendiri. Aku terlampau senang untuk bertualang dalam kepalaku. Namun, belum ada kesempatan pasti untuk menentukan sebuah perjalanan. Apakah aku berani bepergian sendiri? Haruskah ada orang lain yang kuajak? Sebuah buku yang akan terus aku tulis setiap waktu, takdir. Sesuatu di antara yang telah kuubah dan tak dapat aku ubah. Aku ingin terus merawat dunia kecilku. Jangan terburu-buru untuk menua karena aku tak ingin terlampau cepat sakit. Masih banyak waktu yang ingin kulewati dengan kemudaan dan kebebasan. Lalu mengapa pula menjadi dewasa terlihat dan terasa akan sangat memenjara? Melarang apa-apa. Membatasi diri menjaga dari pandangan orang-orang. Ruangan-ruangan sempit yang menyedihkan, jangan sampai aku tinggal di dalamnya pun begitu juga dirimu. Mari menguasai waktu masing-masing. Memandang hamparan manusia dengan kesibukannya d