ku benar-benar
seperti ingin pergi ke negeri jauh. Merasakan dingin butiran salju. Memanjakan
perasaanku sendiri. Aku terlampau senang untuk bertualang dalam kepalaku.
Namun, belum ada kesempatan pasti untuk menentukan sebuah perjalanan. Apakah
aku berani bepergian sendiri? Haruskah ada orang lain yang kuajak?
|
Sebuah buku
yang akan terus aku tulis setiap waktu, takdir. Sesuatu di antara yang telah
kuubah dan tak dapat aku ubah. Aku ingin terus merawat dunia kecilku. Jangan
terburu-buru untuk menua karena aku tak ingin terlampau cepat sakit. Masih
banyak waktu yang ingin kulewati dengan kemudaan dan kebebasan.
Lalu mengapa
pula menjadi dewasa terlihat dan terasa akan sangat memenjara? Melarang
apa-apa. Membatasi diri menjaga dari pandangan orang-orang.
Ruangan-ruangan
sempit yang menyedihkan, jangan sampai aku tinggal di dalamnya pun begitu juga
dirimu. Mari menguasai waktu masing-masing. Memandang hamparan manusia dengan
kesibukannya dari sebuah tempat yang tinggi dan tenang. Berhenti mengatakan
penyesalan dan mengobati kesalahan juga kekalahan.
Beranjak
memenangkan kesunyian yang tenang bukan lagi kehampaan. Kita berjalan di atas
bumi yang selalu baik atas ampunan Tuhan. Menikmati banyak aroma kebahagiaan
dan mencicipinya sampai kenyang. Tertawa-tawa memainkan lagu-lagu yang mengajak kesadaran menari bersama di sekeliling api unggun terang. Warna terang dan kehangatannya
patut disimpan di saku sampai tahun-tahun berikutnya.
Kita
meneriakkan yel-yel sukacita. Bukan teriakan penuh siksaan. Meskipun kita tidak
benar-benar kuat berlari hari itu. Atau justru kita sudah habiskan pelarian
melelahkan itu malam-malam sebelumnya. Mengambil beberapa kembang api dan menyalakannya dalam gelap
malam. Membuat sangsi bintang-bintang untuk pamer cahayanya. Kita memang
menjadi jahat hari itu terhadapnya.
Menelan pil
paling pahit malam itu adalah sebuah akhir yang menyenangkan. Esoknya kita lupa
akan hari-hari kemarin yang mengecewakan. Berhasil menyingkirkan
penyesalan-penyesalan. Beranjak menikmati sarapan dan menyeduh kopi. Penuh keyakinan
menyajikan senyum kemenangan yang sempurna.
Namun,
mengapa masih saja ada pertanyaan setelahnya. Apakah benar kita dapat terlahir
kembali dengan jiwa-jiwa yang sungguh baru?
Komentar
Posting Komentar