Langsung ke konten utama

Perjalanan Menemukan yang Tak Ditemukan


A
ku benar-benar seperti ingin pergi ke negeri jauh. Merasakan dingin butiran salju. Memanjakan perasaanku sendiri. Aku terlampau senang untuk bertualang dalam kepalaku. Namun, belum ada kesempatan pasti untuk menentukan sebuah perjalanan. Apakah aku berani bepergian sendiri? Haruskah ada orang lain yang kuajak?

Sebuah buku yang akan terus aku tulis setiap waktu, takdir. Sesuatu di antara yang telah kuubah dan tak dapat aku ubah. Aku ingin terus merawat dunia kecilku. Jangan terburu-buru untuk menua karena aku tak ingin terlampau cepat sakit. Masih banyak waktu yang ingin kulewati dengan kemudaan dan kebebasan.

Lalu mengapa pula menjadi dewasa terlihat dan terasa akan sangat memenjara? Melarang apa-apa. Membatasi diri menjaga dari pandangan orang-orang.

Ruangan-ruangan sempit yang menyedihkan, jangan sampai aku tinggal di dalamnya pun begitu juga dirimu. Mari menguasai waktu masing-masing. Memandang hamparan manusia dengan kesibukannya dari sebuah tempat yang tinggi dan tenang. Berhenti mengatakan penyesalan dan mengobati kesalahan juga kekalahan.

Beranjak memenangkan kesunyian yang tenang bukan lagi kehampaan. Kita berjalan di atas bumi yang selalu baik atas ampunan Tuhan. Menikmati banyak aroma kebahagiaan dan mencicipinya sampai kenyang. Tertawa-tawa memainkan lagu-lagu yang mengajak kesadaran menari bersama di sekeliling api unggun terang. Warna terang dan kehangatannya patut disimpan di saku sampai tahun-tahun berikutnya.

Kita meneriakkan yel-yel sukacita. Bukan teriakan penuh siksaan. Meskipun kita tidak benar-benar kuat berlari hari itu. Atau justru kita sudah habiskan pelarian melelahkan itu malam-malam sebelumnya. Mengambil beberapa kembang api dan menyalakannya dalam gelap malam. Membuat sangsi bintang-bintang untuk pamer cahayanya. Kita memang menjadi jahat hari itu terhadapnya.

Menelan pil paling pahit malam itu adalah sebuah akhir yang menyenangkan. Esoknya kita lupa akan hari-hari kemarin yang mengecewakan. Berhasil menyingkirkan penyesalan-penyesalan. Beranjak menikmati sarapan dan menyeduh kopi. Penuh keyakinan menyajikan senyum kemenangan yang sempurna.

Namun, mengapa masih saja ada pertanyaan setelahnya. Apakah benar kita dapat terlahir kembali dengan jiwa-jiwa yang sungguh baru?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Seseorang di Masa Mendatang

Kita berjalan jauh untuk mencapai dekat. Ketika waktu tidak bertentangan, aku bersyukur kita bukan jalan yang berseberangan. Kita jalan yang beriringan kendati aku dan kamu tidak terlahir dalam keadaan yang sama. Entah kapan suatu masa itu datang, kita pasti berdampingan dengan perbedaan. Maka mari berdamai dalam penerimaan. Sesuatu yang kalau-kalau jatuh akan kita tangkap bersama. Sesuatu yang kalau-kalau hilang akan kita temukan bersama. Hidup tak pernah sedatar stadion ibu kota. Hidup tak pernah selalu hijau bak rumput yang terpangkas rapi di atasnya. Namun kita akan menanam dan menuai tanaman yang sama. Sebuah tanaman yang mengingatkan kita tentang pemaknaan kesabaran. Seharusnya aku dan kamu tak pernah jauh karena takdir itu sendiri yang membuat kita dekat. Bak setiap kegagalan dan percobaan, bak setiap kegagalan dan tercapainya keberhasilan setelah ratusan percobaan. Selayaknya kita mencoba berdamai atas keadaan diri masing-masing. Penerimaan itu bukan sesuatu yang tak

Bentar Nanti Aja, Ini Untuk Disimpan (Draft 28 September 2021)

 Ketinggian. Beberapa orang atau bahkan banyak orang takut dengan ketinggian. Aku sering mendengar mereka menyebutnya "phobia". Ketika aku menulis ini, aku berada di tempat yang lebih tinggi daripada kamar kosku yang hanya di lantai dua. Ini lantai lima dengan pemandangan yang luar biasa. Sebuah gedung yang terhitung baru di tempatku memutuskan melanjutkan pendidikan (tinggi?). Tentang kata "tinggi", aku teringat lirik salah satu lagu favoritku. Tetapi hatiku selalu meninggikanmu, terlalu meninggikanmu, selalu meninggikanmu. Hal-hal seperti ini terkadang membuat manusia lupa melihat ke bawah. Namun di sisi lain jika tak melihat ke bawah maka orang-orang yang memeluk fobia tidak perlu merasa takut lagi. Mereka hanya perlu meresapi betapa luar biasanya pemandangan dari ketinggian, hal-hal yang tidak dapat dilihat dari tempat yang tidak tinggi. Tidak hanya tempat tinggi yang memiliki keindahan, setiap tempat memiliki keindahannya masing-masing. Hanya perlu hati yang la