Langsung ke konten utama

Obsesi

Terkadang aku merasa menjadi orang bodoh, bahkan mungkin terlalu sering pikiran itu tiba-tiba mendera. Setelah bertahun-tahun sebagai manusia  seseorang tak lagi sama begitupun orang-orang lain. Bagiku terasa seperti itu.

Dalam setiap perubahan yang datang, dunia kian berbeda. Rasanya aku tak sanggup mengejar, rasanya ada sebuah tembok tinggi besar yang menambah halangan. Aku terlalu payah untuk berlari. Aku terlalu lelah untuk mengejar. Aku terlalu bodoh untuk mencoba. Yang benar adalah aku egois dan keras kepala.

Tidakkah kamu merasakan itu?
Wahai orang-orang di sekitarku.

Aku tak lagi sama.
Entah mengapa begitu hampa dan kembali merapuh.

Engkau mungkin juga pernah begitu. Datang padaku lalu ceritakan dukamu. Mari berbagi dalam jatuh, bergerak, menyentuh, dan jangan menghilang lagi. Aku tidak pernah merestui itu,  tentang perubahanmu.

Ketidaksamaan dalam dirimu bukan lagi menjadi candu. Tak kurangpun begitu aku tetap merasa adiksi dan kamu masih mengobsesiku. Aku begitu kering dan kemudian patah. Jadi jangan menambah terik terangmu.

Bukankah kita perlu waktu untuk menjadi biasa saja? Jangan gila! Mana mungkin engkau akan selalu langka karena bosanku terkadang begitu menipu dan kejam. Dalam perjalanan membawamu menjadi sesuatu yang tak akan mengubahku juga sesuatu yang membuatku tetap mewaraskan diri.

Tidak banyak yang aku temukan saat ini. Kecuali notasi-notasi rumpang yang entah kapan berlarian dariku. Yang dulu genap sekarang menjadi ganjil. Apakah kamu tahu itu? Apakah dirimu juga tertipu oleh diriku yang sekarang? 

Lalu bagaimana?
Bagaimana aku akan kembali.

Aku benci menua, menjadi dewasa adalah sebuah ketidakberuntungan. Seperti mati yang siap ataupun tidak akan tetap datang. Bukankah itu mengerikan? Aku terus terobsesi akan ini dan bersiap selalu menentang perubahan atau kadang aku justru ditipunya.

Seperti yang pernah terangkum dalam masa lampau. Obsesi yang mengkacaubalaukan serangkaian kebaikan-kebaikan waktu.

Bagaimana aku akan mengejar semua? Obsesiku juga tak lagi sama dalam masa kini. Kering tak menggairahkan jiwa dan mematikan pikiranku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Seseorang di Masa Mendatang

Kita berjalan jauh untuk mencapai dekat. Ketika waktu tidak bertentangan, aku bersyukur kita bukan jalan yang berseberangan. Kita jalan yang beriringan kendati aku dan kamu tidak terlahir dalam keadaan yang sama. Entah kapan suatu masa itu datang, kita pasti berdampingan dengan perbedaan. Maka mari berdamai dalam penerimaan. Sesuatu yang kalau-kalau jatuh akan kita tangkap bersama. Sesuatu yang kalau-kalau hilang akan kita temukan bersama. Hidup tak pernah sedatar stadion ibu kota. Hidup tak pernah selalu hijau bak rumput yang terpangkas rapi di atasnya. Namun kita akan menanam dan menuai tanaman yang sama. Sebuah tanaman yang mengingatkan kita tentang pemaknaan kesabaran. Seharusnya aku dan kamu tak pernah jauh karena takdir itu sendiri yang membuat kita dekat. Bak setiap kegagalan dan percobaan, bak setiap kegagalan dan tercapainya keberhasilan setelah ratusan percobaan. Selayaknya kita mencoba berdamai atas keadaan diri masing-masing. Penerimaan itu bukan sesuatu yang tak

Bentar Nanti Aja, Ini Untuk Disimpan (Draft 28 September 2021)

 Ketinggian. Beberapa orang atau bahkan banyak orang takut dengan ketinggian. Aku sering mendengar mereka menyebutnya "phobia". Ketika aku menulis ini, aku berada di tempat yang lebih tinggi daripada kamar kosku yang hanya di lantai dua. Ini lantai lima dengan pemandangan yang luar biasa. Sebuah gedung yang terhitung baru di tempatku memutuskan melanjutkan pendidikan (tinggi?). Tentang kata "tinggi", aku teringat lirik salah satu lagu favoritku. Tetapi hatiku selalu meninggikanmu, terlalu meninggikanmu, selalu meninggikanmu. Hal-hal seperti ini terkadang membuat manusia lupa melihat ke bawah. Namun di sisi lain jika tak melihat ke bawah maka orang-orang yang memeluk fobia tidak perlu merasa takut lagi. Mereka hanya perlu meresapi betapa luar biasanya pemandangan dari ketinggian, hal-hal yang tidak dapat dilihat dari tempat yang tidak tinggi. Tidak hanya tempat tinggi yang memiliki keindahan, setiap tempat memiliki keindahannya masing-masing. Hanya perlu hati yang la

Perjalanan Menemukan yang Tak Ditemukan

A ku benar-benar seperti ingin pergi ke negeri jauh. Merasakan dingin butiran salju. Memanjakan perasaanku sendiri. Aku terlampau senang untuk bertualang dalam kepalaku. Namun, belum ada kesempatan pasti untuk menentukan sebuah perjalanan. Apakah aku berani bepergian sendiri? Haruskah ada orang lain yang kuajak? Sebuah buku yang akan terus aku tulis setiap waktu, takdir. Sesuatu di antara yang telah kuubah dan tak dapat aku ubah. Aku ingin terus merawat dunia kecilku. Jangan terburu-buru untuk menua karena aku tak ingin terlampau cepat sakit. Masih banyak waktu yang ingin kulewati dengan kemudaan dan kebebasan. Lalu mengapa pula menjadi dewasa terlihat dan terasa akan sangat memenjara? Melarang apa-apa. Membatasi diri menjaga dari pandangan orang-orang. Ruangan-ruangan sempit yang menyedihkan, jangan sampai aku tinggal di dalamnya pun begitu juga dirimu. Mari menguasai waktu masing-masing. Memandang hamparan manusia dengan kesibukannya d