Langsung ke konten utama

Cerita Sebatang Cokelat

     Hari yang begitu melelahlan,bukan apa tetapi full day school memang membuatku merasa lebih lelah dari biasanya.Melangkahkan kaki melewati tangga kelas yang naik turun mengikuti kontur bangunan sekolah ini.
     Aku berjalan menuju tempat parkir siswa.Menghampiri sepeda motor ayah yang selama ini ku pakai berangkat dan pulang sekolah.Kunyalakan mesinnya,aku ingin segera pulang.
Akan tetapi belum sampai dua meter aku beranjak dari tempat parkir motorku semula,dia datang.Kurasa dia baru saja selesai salat ashar.Ku tarik tuas rem tangan sepeda motorku.
     "Brylian..." Kupanggil namanya,tampaknya dia mengerti apa yang ingin kukatakan.
     "Tidak usah."
     "Beneran?"
     "Aku itu laki-laki jadi nggak usah,aku saja nggak bisa kasih apa-apa ke kamu."
     "Hmm..."
     Dia mulai beranjak pulang meninggalkan tempat parkir bersama sepeda motornya.
     "Ya sudah."
     Aku berkata lirih pada diriku sendiri.Sambil menarik napas berat.Entahlah,tetapi mengapa?
Sunyi.Tempat parkir ini begitu sunyi.Bahkan belum kuperlihatkan apa yang ingin kuberikan padanya,tetapi dia sudah keburu bilang "tidak usah".
     Aku tak pernah menduga hal ini akan terjadi.Memang dia adalah laki-laki yang unik juga estetik.Aku berani bertaruh kamu tak akan jarang menemukan laki-laki seperti dia.Sebelum kucoba hal ini memang aku pernah meminta maaf tidak bisa memberi apa-apa di hari spesialnya,tetapi setelah kupikir memberi suatu makanan kesukaannya mungkin tidak ada salahnya.
     Itu hanyalah sebatang cokelat biasa.Tak kusangka sebelum kutunjukkan cokelat ini dia sudah menolaknya.Entahlah,tetapi aku berpikir jika "orang lain" yang memberikannya.Apakah dia akan menerimanya?Aku tak tahu pasti jawabannya tetapi kasihan sekali cokelat ini.Sudah beberapa hari aku menaruhnya di dalam tas hingga patah dibagian tengahnya.Oleh karena itu kuputuskan untuk memakannya tetapi akan kulakukan itu besok.Aku akan berbagi cokelat ini dengan orang yang aku sayangi,sahabat-sahabatku.
Hey,sebatang cokelat.Kamu tahu?Kamu itu manis,tetapi mengapa dia menolakmu?Apa karena dari aku?Entahlah.Hei,sebatang cokelat.Jangan sedih,karena akan kubagi rasa manismu dengan sahabatku.Hei,sebatang cokelat.Katakanlah pada "Brylian","Semoga harimu selalu semanis rasa sebatang cokelat meski tak bisa kau rasakan semoga bisa jadi kenyataan".


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Seseorang di Masa Mendatang

Kita berjalan jauh untuk mencapai dekat. Ketika waktu tidak bertentangan, aku bersyukur kita bukan jalan yang berseberangan. Kita jalan yang beriringan kendati aku dan kamu tidak terlahir dalam keadaan yang sama. Entah kapan suatu masa itu datang, kita pasti berdampingan dengan perbedaan. Maka mari berdamai dalam penerimaan. Sesuatu yang kalau-kalau jatuh akan kita tangkap bersama. Sesuatu yang kalau-kalau hilang akan kita temukan bersama. Hidup tak pernah sedatar stadion ibu kota. Hidup tak pernah selalu hijau bak rumput yang terpangkas rapi di atasnya. Namun kita akan menanam dan menuai tanaman yang sama. Sebuah tanaman yang mengingatkan kita tentang pemaknaan kesabaran. Seharusnya aku dan kamu tak pernah jauh karena takdir itu sendiri yang membuat kita dekat. Bak setiap kegagalan dan percobaan, bak setiap kegagalan dan tercapainya keberhasilan setelah ratusan percobaan. Selayaknya kita mencoba berdamai atas keadaan diri masing-masing. Penerimaan itu bukan sesuatu yang tak

Bentar Nanti Aja, Ini Untuk Disimpan (Draft 28 September 2021)

 Ketinggian. Beberapa orang atau bahkan banyak orang takut dengan ketinggian. Aku sering mendengar mereka menyebutnya "phobia". Ketika aku menulis ini, aku berada di tempat yang lebih tinggi daripada kamar kosku yang hanya di lantai dua. Ini lantai lima dengan pemandangan yang luar biasa. Sebuah gedung yang terhitung baru di tempatku memutuskan melanjutkan pendidikan (tinggi?). Tentang kata "tinggi", aku teringat lirik salah satu lagu favoritku. Tetapi hatiku selalu meninggikanmu, terlalu meninggikanmu, selalu meninggikanmu. Hal-hal seperti ini terkadang membuat manusia lupa melihat ke bawah. Namun di sisi lain jika tak melihat ke bawah maka orang-orang yang memeluk fobia tidak perlu merasa takut lagi. Mereka hanya perlu meresapi betapa luar biasanya pemandangan dari ketinggian, hal-hal yang tidak dapat dilihat dari tempat yang tidak tinggi. Tidak hanya tempat tinggi yang memiliki keindahan, setiap tempat memiliki keindahannya masing-masing. Hanya perlu hati yang la

Perjalanan Menemukan yang Tak Ditemukan

A ku benar-benar seperti ingin pergi ke negeri jauh. Merasakan dingin butiran salju. Memanjakan perasaanku sendiri. Aku terlampau senang untuk bertualang dalam kepalaku. Namun, belum ada kesempatan pasti untuk menentukan sebuah perjalanan. Apakah aku berani bepergian sendiri? Haruskah ada orang lain yang kuajak? Sebuah buku yang akan terus aku tulis setiap waktu, takdir. Sesuatu di antara yang telah kuubah dan tak dapat aku ubah. Aku ingin terus merawat dunia kecilku. Jangan terburu-buru untuk menua karena aku tak ingin terlampau cepat sakit. Masih banyak waktu yang ingin kulewati dengan kemudaan dan kebebasan. Lalu mengapa pula menjadi dewasa terlihat dan terasa akan sangat memenjara? Melarang apa-apa. Membatasi diri menjaga dari pandangan orang-orang. Ruangan-ruangan sempit yang menyedihkan, jangan sampai aku tinggal di dalamnya pun begitu juga dirimu. Mari menguasai waktu masing-masing. Memandang hamparan manusia dengan kesibukannya d